BANDUNG – Keluar dari zona nyaman memang tak mudah, butuh pengorbanan, keikhlasan dan perjuangan yang tak jarang membuat lelah, memeras keringat bahkan hingga mengundang air mata. Namun, disaat seperti itulah yang menyadarkan bahwa tempat bersandar terbaik ialah Allah.
Melalui tujuh hari yang penuh pengorbanan, melatih fisik dan juga mental ialah hal yang wajib dilalui Dio dan teman lainnya ketika menjalani Masa Ta’aruf Santri Baru (Mataba) tahun 2024. Semangat untuk melanjutkan sekolah di SMA Daarut Tauhiid Boarding School (DTBS) Putra menjadi pendorong motivasinya untuk mengubah diri menjadi lebih baik.
“Motivasi sekolah di DT, ingin memperbaiki diri dan juga punya pendirian yang tangguh dan pengen juga ngebanggain kedua orang tua, itu yang utamanya,” Tutur Dio saat diwawancarai Tim Media Dikdasmen DT pada (20/7/2024).
Hari-hari penuh perjuangan ketika Mataba tak jarang meninggalkan cerita berharga untuk dikenang. Bagi Dio, kegiatan Mataba tersebut membuatnya semakin sering mengingat Allah dan menyadarkannya untuk hanya bergantung kepada Allah.
“Kesannya ikut mataba membuat saya untuk tidak lupa dari Allah, membuat kita terus berdzikir juga, berdzikir ketika ketakutan, atau ketika sedang bahagia. Hikmahnya ya, harus minta pertolongan ke Allah,” ujarnya.
Banyak pelajaran berharga yang ia peroleh selama Mataba. Diceritakan ketika Jumat malam (19/7/2024) Dio harus mendirikan sebuah tenda yang akan menjadi tempat istirahatnya malam itu. Solo Bivoac namanya, sendiri di gelapnya malam, di tengah hutan rimba, hanya ada dirinya dan Allah yang senantiasa membersamai, disinilah Dio merasa bahwa pertolongan Allah amatlah dekat.
“Pas hari terakhir tadikan itu solo bivoac dimana kita bener-bener minta pertolongan ke Allah, ya pokoknya jangan pernah ngelupain Allah lah, pas masa-masanya lagi sedih atau lagi bahagia harus terus ingat Allah,” ulas Dio.
Pelajaran itupun membuatnya bersyukur atas nikmat yang Allah beri kepadanya dan keluarga selama ini. Harus tidur beralaskan matras, diatas tanah yang permukaannya tak rata, berdindingkan jas hujan, diselimuti sepoi-sepoi angin malam yang jauh dari kata nyaman, membuatnya teringat akan saudara Muslim di Gaza yang hidup serba kekurangan.
“Yang penting itu diajarin untuk bersyukur sih, kaya kita lagi solo bivoac itu nggak enak-kan, ngga datar lah tanahnya, banyak daun-daun batang-batang pohonlah, tapi pas kita lagi bersyukur ya ingat palestina yang mau cari tempat tidur aja susah, mungkin kedinginan nggak punya jaket, jadi ngingetin yang lebih susah dari kita tuh banyak. Kalau kita bersyukur kaya gitu, hatinya jadi tenang ya, tidur jadi nyenyak gitu,” imbuhnya.
Kembalinya Dio kepelukan ayah bunda setelah Mataba menjadi momen haru bagi keluarga kecil itu. Dio yang memboyong banyak hikmah selama Mataba, lantas berbagi cerita kepada keduanya sembari melepas rindu.
Ibunya berharap, Dio menjadi anak yang berakhlak baik ketika bersekolah di SMA DTBS Putra.
“Harapannya sih, anaknya semakin kuat, semakin tangguh, semakin soleh, semakin berani, semakin mandiri juga, semakin semangat tentunya untuk melanjutkan sekolahnya sampai nanti lulus,” ujar Iska Fahira, ibu Dio. (Noviana)