
Sahabat, salat istikharah merupakan salat sunah yang dianjurkan ketika kita kebingungan dalam menentukan dua pilihan atau lebih. Harapannya, setelah melaksanakan salat istikharah kita dapat menemukan jawaban terbaik atas pilihan tersebut. Pelaksanaan salat istikharah sama dengan salat sunah pada umumnya, yakni sejumlah dua rakat. Berikut kami sajikan dalil, bacaan niat dan doa salat istikharah.
Dalil salat istikharah
Melansir NuOnline, dasar anjuran salat istikharah yakni sebuat hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, bahwa Jabir bin Abdillah berkata:
Artinya, “Rasulullah saw mengajari kami (para sahabat) untuk salat istikharah ketika menghadapi setiap persoalan, sebagaimana beliau mengajari kami semua surat dari Al-Quran. Beliau bersabda, ‘Jika kalian ingin melakukan suatu urusan, maka kerjakanlah shalat sunnah dua rakaat …”’ (HR Imam al-Bukhari). (An-Nawawi, al-Azdkar, 1997: 137)
Bacaan niat salat istikharah
Selain dilafadzkan secara lisan, berniatlah pula di dalam hati. Adapun bacaan niat salat istikharah yakni;
Ushallî sunnatal istikhârati rak’ataini lillâhi ta’âlâ.
Artinya, “Aku berniat shalat sunnah istikharah dua rakaat karena Allah ta’ala.”
Setelah melafadzkan niat, maka tunaikanlah salat dua rakat dengan satu kali salam.
Bacaan doa salat istikharah
Allâhumma shalli wa sallim ‘alâ sayyidina muḫamamdin, Alḫamdulillâhi rabbil ‘âlamîn. Allâhumma innî astakhîruka bi ‘ilmika, wa astaqdiruka bi qudratika, wa as-aluka min fadhlika, fa innaka taqdiru wa lâ aqdiru, wa ta’lamu wa lâ a’lamu, wa anta ‘allâmul ghuyûb. Allahumma fa-in kunta ta’lamu hâdzal amra khairun lî fî dînî wa dun-yâya wa ‘âqibati amrî ‘âjilihi wa âjilihi faqdurhu lî wa bârik lî fîhi tsumma yassirhu lî. Wa in kunta ta’lamu anna hâdzal amra syarrun lî fî dînî wa dun-yâya wa ‘âqibati amrî ‘âjilihi wa âjilihi fashrifnî ‘anhu washrfhu ‘annî waqdur liyal khaira haitsu kâna ainamâ kânû innaka ‘alâ kulli syai-in qadîr. Wa shallallâhu ‘alâ sayyidina muḫamamdin, walḫamdulillâhi rabbil ‘âlamîn.
Artinya, “Ya Allah, sesungguhnya aku beristikharah dengan pengetahuan-Mu, aku memohon kekuatan dengan kekuatan-Mu, aku meminta kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu. Sesungguhnya Engkau yang menakdirkan sementara aku tidak mampu melakukannya. Engkau yang Maha Tahu, sedangkan aku tidak tahu. Engkaulah yang mengetahui perkara yang gaib.
Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini (sebutkan pilihannya) baik bagiku, bagi agamaku, kehidupanku, akhir urusanku, duniaku, dan akhiratku, maka takdirkanlah hal tersebut untukku. Mudahkanlah untukku dan berkahilah ia untukku.
Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara tersebut (sebutkan pilihannya) jelek bagi agama, kehidupan, akhir urusanku, duniaku, dan akhiratku, maka palingkanlah aku darinya dan palingkanlah dia dariku. Takdirkanlah yang terbaik untukku apa pun keadaannya. Sesungguhnya engkau Yang Maha Bisa atas segala sesuatu.”
Doa tersebut bersumber dari salah satu hadits Nabi yang diriwayatkan Imam al-Bukhari dari hadits Jabir bin ‘Abdillah. Penulis menambahkan shalawat, salam, dan hamdalah pada akhir dan awal doa sebagaimana anjuran Imam an-Nawawi. (Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulumiddin, juz I, halman 206).
Sebagai catatan, bila pilihan kita baik menurut Allah, maka Allah akan permudah takdir tersebut untuk kita. Namun sebaliknya, jika pilihan tersebut tidak baik menurut Allah, maka Allah akan jauhkan dan memberi petunjuk kepada takdir lain yang lebih baik. Wallaahu’alam. (Noviana)